Telah kami tunaikan segala apa yang menjadi pertanyaan masyarakat Batu khususnya, tentang yang selama ini kita cari bersama. Yaitu sebuah jati – diri kota tercinta Batu. Minimnya informasi atas kesejarahan Wilayah Batu, pada dasarnya bukanlah dikarenakan wilayah kita tanpa cerita. Tapi lebih disebabkan daerah Batu sejak dulu merupakan daerah bagian dari kekuasaan yang lebih besar. Sehingga kesejarahannya, hanya sedikit mewarnai, atau kalau boleh dibilang sebagai figuran daerah lain.
Minggu, 13 Februari 2011
MENYINGKAP TABIR SEJARAH KOTA BATU: KOTA BATU BEBAS PAJAK
MENYINGKAP TABIR SEJARAH KOTA BATU: KOTA BATU BEBAS PAJAK: "Raffles “Mencuri” Prasasti SangguranNgandatPada 1813, Prasasti Sangguran direngut dari Bhumi Ngandat,..."
KOTA BATU BEBAS PAJAK
Raffles “Mencuri” Prasasti SangguranNgandat
Pada 1813, Prasasti Sangguran direngut dari Bhumi Ngandat, kemudian oleh Raffles dihadiahkan kepada Lord Minto di Calcuta. Batu bertuah itu oleh Minto, diletakkan di rumahnya (Minto House), Bukit Minto, Tepi Sungai Teviot, dekat Hawick, Skotlandia.
Prasasti Sangguran atau disebut dengan Prasasti Ngandat, atau juga dikenal sebagai Minto Stone pendiriannya dilakukan dengan upacara sakral. Sejumlah tokoh agama datang memberikan berkah do’a. Tata upacara disebutkan rinci dan runtut.
Adalah dua Samgat (biasa ditulis Pamgat = jabatan keagamaan atau dharma upapatti) , yaitu Samgat Madander Pu Padma dan Samgat Aggehan Pu Kundala, mendapat kehormatan menerima perintah Rakryan Mapatih I hino Pu Sindok, dari Sri Maharaja Rakai Pangkaja Dyah Wawa Sri Wijayalokanamottungga., untuk melakasanakan pungutan di Desa Sangguran. Pungutan tersebut sebagai pemasukan Punta di Mananjung, yang bernama Dyang Acarryya………untuk Bhatara yang bersemayam di bangunan suci di daerah perdikan para pandai logam di Mananjung (letak Mananjung hingga saat ini belum ditemukan. Tapi seharusnya, tidak boleh jauh dari Ngandat). Penggunaannya khusus memenuhi keperluan pemeliharaan dan berbagai keperluan bangunan suci di Mananjung tersebut.
Setelah penganugrahan Desa Swatantra Sangguran oleh Raja Wawa-- Raja ke XII Mataram Kuna—itu, maka Desa Sangguran tidak boleh ada pungutan lagi. Baik dari para patih, wahuta, dan semua abdi dalem raja, atau dari pihak mana pun juga. Demikian pula yang berkenaan dengan denda segala tindak pidana (sukha duhkha) dan denda bagi hukuman yang tidak adil (danda kudanda). Kesemuanya itu adalah hak Bhatara yang bersemayam dibangunan suci peribadatan, atas perbendaharaan raja tersebut. Pungutannya dibagi tiga. Sebagian untuk Bhatara, sebagian lagi untuk penjaga sima, dan sisanya untuk para petugas.
Setelah memberikan sejumlah hadiah kepada Maharaja, mapatih dan semua undangan yang hadir, Sang Makudur (pemimpin upacara sima) mempersembahkan air suci, dan mentahbiskan susuk serta kalumpang. Kemudian dia memberi hormat Sang Hyang Teas ( sebutan tugu batu prasasti, sinonim dengan susuk dan Sang Hyang Watu Sima) yang terletak di bawah witana. Selanjutnya, dengan langkah yang teratur Makudur menuju tugu batu tersebut, dan menutupnya dengan sepasang kain wdihan .
Mulailah Sang Makudur memegang ayam, lalu memotong lehernya berlandaskan kulumpang. Disusul dengan membanting telur ke atas batu sima, sambil mengucapkan sumpah serapah, agar watu sima tetap berdiri kokoh. Demikian ucapan Makudur :
“ Berbahagialah hendaknya Engkau semua hyang Waprakeswara, maharesi Agasti, yang menguasai timur, selatan, barat, utara, tengah, zenith, dan nadir, matahari, bulan, bumi, air, angin, api pemakan korban, angkasa pencipta korban, hukum, siang, malam, senja………………………………… engkau yang berinkarnasi memasuki segala badan. Engkau yang dapat melihat jauh dan dekat pada waktu siang dan malam, dengarkanlah ucapan kutukan dan sumpah serapah kami……………………Jika ada orang jahat yang tidak mematuhi dan tidak menjaga kutukan yang telah diucapkan oleh Sang Wahuta Hyang Kudur. Apakah ia bangsawan atau abdi, tua atau muda, laki-laki atau perempuan, wiku atau rumah tangga, patih, wahuta, rama, siapapun merusak kedudukan Desa sangguran yang telah diberikan sima kepada Punta di Mananjung……………………………..maka ia akan terkena karmanya
Kamis, 10 Februari 2011
Minggu, 06 Februari 2011
MENYINGKAP TABIR SEJARAH KOTA BATU: BATU BERTUAH DARI NGANDAT
MENYINGKAP TABIR SEJARAH KOTA BATU: BATU BERTUAH DARI NGANDAT: "Salah satu sumber penting yang menyangkut kesejarahan Kota Batu adalah PRASASTI SANGGURAN, yang ditem..."
BATU BERTUAH DARI NGANDAT
Salah satu sumber penting yang menyangkut kesejarahan Kota Batu adalah PRASASTI SANGGURAN, yang ditemukan di Dusun Ngandat (Sekarang masuk Wilayah Desa Mojorejo, Kecamatan Junrejo, Kota Batu). Pahatan pada
balok batu setinggi 160 cm, lebar 122 cm, dan tebal 32,5 cm tersebut, bertulisan yang diidentifikasi berhuruf Jawa Kuna dan sedikit bagian pembuka berhuruf Sangsekerta. Tulisan 38 baris terdapat
Prasasti Sangguran, di Kediaman Lord Minto
pada bagian depan batu (recto). Empat puluh lima baris kalimat terpahat di belakang (verso), dan bagian samping (margin) kiri 15 baris kalimat. Bagian bawahnya berbentuk umpak dengan hiasan teratai ganda (padmasana).
Sebagian akan saya nukil transliterasi perbaikan pembacaan oleh Hasan djafar . Pembacaan tersebut didasarkan pada hasil pembacaan J. LA Brandes (1913), dan saran dari H. Kern (1915), N.J. Korm (1917), L.C. Damais, serta H.B. Sarkar (1972) sebagai berikut :
Cuplikan Bagian Recto
//o//awghnam = astu// siwam astu sarwwajagatah parahitaniratah bhawantu bhuta(gan)ah /
………dosah praghanatsat sarwwatra sukhi bhawatu lokah ( //o// )
Swasti sakawarsatita 850 srawanamasa titi caturdasi suklapaksa…….
……….irika diwasa ni ajna sri maharaja rakai pangkaja dyah wawa sri wijayalokanamotungga, tinadah rakryan mapatih I hino pu sindok sri isanawikrama, umisor is samgat momahumah kalih madander pu padma anggehan pu kundala kumonakan ikanang/
Wanua isangguran watak waharu………………………………………
……………………………watak ijro ityaiwamadi tan tama irikanang wanua sima I sangguran kewala bhatara I sang hyang prasada kabhaktyan ing sima kajuru gusalyan I mananjung, atah pramana I sadrewya hajinya kabaih/
Cuplikan Bagian Verso
………ka ike samaya sapatha sumpah pamangmang ma/……………
Irikeng sapatha sinrahakan sang wahuta hyang kudur, hadyan hulun matuhara.
Prasasti Sangguran 928 Masehi
Rai laki-laki wadwan, wiku grahasta muang patih rama asing umulahhulah ikeng wanua I sangguran, sima inarpanakan punta I mananjung I bhatara, I sang hyang prasada kabhaktyan ing sima kajurugusalyan, idlaha ni dlaha ………………………………………..
Bwat karmaknanya, patyananta taya kamung hyang deyantat patiya, tattanoliha I wuntat, ta (t) tinghala I likuran, ta®ung ingadegan tampya
Lord Minto, Nama Minto Stone lebih dikenal dari Prasasti Sangguran
I i wirangan, tutuh tundunnya wlah kapalanya, sbitakan. Wrangnya rantannususnya wtuakan dalmanya, duduh hatinya pangandagingnya inum rahnya teher pepedakan......................................................................
Wkasan pranantika, yan para ring alas panganan ring mong, patuk ning ula............................................................................................
Cuplikan dari terjemahan oleh hasan Djafar :
Tak banyak yang mengetahui, bahwa prasasti tersebut dulu berdiri di Dusun Ngandat, Kota Batu. Ketika Sir Thomas Stamford Raffles (1811-1816), memegang tampuk kepemimpinan atas jajahan Inggris di Pulau Jawa. Saat itulah, dia terkesima oleh keindahan prasasti yang digambarkan John Newman.
Jumat, 04 Februari 2011
Pu Batu Penguasa Batu
PU BATU PENGUASA BATU
Pada masa Kerajaan Mataram Kuno ( abad ke VII – Ke X Masehi), wilayah Batu merupakan mandala (bagian pemerintahan) dari Kerajaan Besar Mataram Kuno. Rakai Watukura, raja ke IX pernah mengeluarkan maklumat seperti tercantum pada Prasasti Candi Belahan (17 Juli 905).
Inskripsi prasasti memang tidak menyebut langsung wilayah yang disebut Batu., tapi nama penguasanya disebut Pu Batu. Sang Pu Batu berkuasa di Hinapit yang bagian dari wilayah Waharu, belum ditemukan daerah yang dapat mewakili gambaran sebuah tempat yang dihimpit oleh pegunungan kecuali wilayah Batu.
Rakryan Dyah Balitung Watukura Sri Darmodaya Mahasambu menyatakan,
“Parujar I Hino Sang Kandamuhi putunggan anak wanua I gunungan watak tankilan…….1.B.17………..Parujar I Halaran Sang Waru Pu Batu anak wanua I Hinapit watak Wka.” (Cuplikan Isi prasasti).
Terjemahan bebas tentang juru bicara kerajaan menyatakan bahwa I Hino Sang Kandamuhi Pu Tunggan bertugas di anak wanua bernama gunungan yang berkedudukan di watak Tankilan. Juru bicara tersebut juga menyatakan bahwa I Halaran Sang Waru Pu Batu berkuasa di wilayah anak wanua yang disebut Hinapit dan berkedudukan di Wka.
Wilayah hinapit dimaksud, besar kemungkinan adalah sebuah wilayah yang terhimpit (kecepit = Jawa) oleh perbukitan. Adapun nama Pu Batu sebagai penguasa wilayah hinapit. Sepertinya tak ada daerah pembanding yang lebih pas, kecuali wilayah Batu sekarang.
Wilayah Hinapit yang dipimpin oleh Pu Batu itu dinyatakan sebagai Sima Pumpunan dalam prasasti Poh (905 Masehi) yang ditemukan di Candi Belahan, Japanan, Mojokerto . Wilayah bebas dari pajak, dan diberi kewenangan menata, merawat, serta memajukan daerah yang dia pimpin. Seperti merawat tempat ibadah (candi), petirtaan, menjaga kelestarian alam, serta mengatur pertanian.
Ini diperkuat dalam Prasasti Sangguran (928 Masehi) seperti yang akan dibahas pada bagian selanjutnya.
Rabu, 02 Februari 2011
SEJAK AJISAKA
KOTA BATU
SEJAK AJISAKA HINGGA
TEMPAT PERTEMUAN PARA DEWA
Upaya menggali kesejarahan wilayah Batu dalam lintasan sejarah yang lebih luas, yaitu sejarah Nasional Indonesia, ibarat mencari sebuah jarum di tumpukan jerami . Ruang lingkupnya sangat luas.
Sejak masyarkat nusantara telah mengenal huruf dan tulisan, kesejarahan wilayah yang di kelilingi pegunungan ini sedikit banyak mendapat petunjuk untuk mengungkapkannya. Walaupun bukti tulisan yang menyebut wilayah Batu sangat minim adanya, tapi sangat membantu memberikan informasi penting bagi upaya penelusuran sejarah Kota Batu.
Informasi yang didapat melalui sebaris naskah kuno dalam piagam atau prasasti bisa jadi menyangkut riwayat penguasa dan kekuasaannya, atau menyangkut ideologi, politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanan-keamanan yang dilaksanakan pada masa sejarah masa lalu.
Hingga masa Kerajaan Mataram Kuno ( Abad VII – VIII), tidak cukup bukti yang mengarah pada wilayah lembah ini. Jangankan wilayah sekecil Batu, jejak rekam manusia penghuni Pulau Jawa saja, tersaji dalam bentuk dongengan. Tentu jauh dari nalar. Apalagi memenuhi kreteria keilmiahan. Begitu pula wilayah Batu, tak beda kisahnya dengan gambaran besar Pulau Jawa pada umumnya.
Williem Stamford Raffles (Letnan Gubernur Inggris 1811 - 1816), sempat merekam cerita tutur kuno tentang penghuni awal Pulau Jawa. Dalam History of Java dia nukil kisah perjalanan Prabu Jaya Baya, penguasa Kerajaan Astina (kisah pewayangan).
Keturunan Arjuna kelima itu, mendarat di Nusa Kendang yang banyak tanaman juwa-wut (rerumputan penghasil biji makanan burung). Penemuan itu mengubah nama Nusa Kendang sebagai Nusa Juwa – wut atau lebih simpel diucapkan dengan Jawa.
Saat itu diceritakan bahwa daratan Pulau Jawa kondisinya masih labil, dihuni oleh koloni raksasa, dengan rajanya bernama Dewata Cengkar. Prabu Jaya Baya atau lazim disebut dengan Aji Saka sangat tertarik pada pulau yang penuh misteri tersebut. Meski daratannya seperti adonan lumpur yang lumer, dia merasa cocok untuk bermukim. Kemudian Aji Saka berupaya mengeraskannya dengan memindah matrial lumpur ke berbagai tempat. Sebagian tercecer menjadi gundukan pegunungan yang berjajar memenuhi Pulau Jawa.
Di antara ceceran tersebut membentuk Pegunungan Meru (Gunung Semeru) disebelah timur Kota Batu, Gunung Arjuno (Gunung Pringgitan) di sebelah Utara Kota Batu, Gunung Kawi (Gunung Pujangga. Rakawi = Pujangga), dan Gunung Wukir tepat di tengah Wilayah Kota Batu (Nama Gunung Wukir juga menjadi salah satu gunung di Jawa Tengah.
Selanjutnya peristiwa ini di anggap sebagai awal penanggalan Jawa yang dikenal sebagai tahun Saka. Raffles menyatakan peristiwa ini di tandai dengan candra sengkala nir abu tanpa jalan, yang berarti hampa debu tidak ada lain kecuali laki-laki, dan secara metaphoris menunjukkan angka 0001. Tanda dimulainya tahun Jawa, tujuh puluh delapan tahun setelah Isa Alaihissalam lahir (Tahun 1 Masehi).
Cerita tentang kejadian pulau yang demikian tersebut diyakini sampai ratusan tahun. Bahkan, dari zaman kerajaan Hindu di Jawa hingga sekarang, keberadaan gunung - gunung tersebut di puja sebagai persemayaman dewa-dewa tertentu.
Keyakinan itu diperkuat dengan sejumlah peninggalan masa lalu yang ditemukan di area pegunungan. Seperti di Pura Agung Giri Laya Lereng Semeru dan Candi Songgoriti yang tepat di pertemuan Kaki Gunung Kawi dan Gunung Arjuno.
Wilayah Batu, ternyata tepat di kelilingi Pegunungan Pringgitan, Rakawi, dan Meru. Atau boleh dikata tepat ditengah persemayaman dewa-dewa. Tentu sebuah daerah yang sangat istimewa. TEMPAT PERTEMUAN PARA DEWA.
MENYINGKAP TABIR SEJARAH KOTA BATU: KOTA BATU DI JAMAN BATU
MENYINGKAP TABIR SEJARAH KOTA BATU: KOTA BATU DI JAMAN BATU: "KOTA BATU DI JAMAN BATU BESAR(MEGALITIKUM) &nb..."
KOTA BATU DI JAMAN BATU
KOTA BATU
DI JAMAN BATU BESAR
(MEGALITIKUM)
Masa sejarah adalah masa di mana manusia belum mengenal huruf untuk mengungkapkan bahasa mereka. Sehingga peristiwa-peristiwa yang dialami tidak terdokumentasikan dalam bentuk tulisan. Hanya penemuan peninggalan berupa alat yang berhubungan dengan aktifitas mereka, atau lukisan dinding pada goa yang dapat memberi sedikit gambaran kehidupan manusia di masa lalu.
Bukti adanya masyarakat tertua di Kota Batu dapat dilacak melalui berbagai temuan yang ditinggalkan masyarakat pada masa lalu. Meskipun perlu kajian dan penelusuran yang lebih mendalam lagi, bukti awal temuan berupa batu besar di Dusun Gempol, Desa Punten, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Batu tersebut oleh masyarakat disebut sebagai Watu Dakon (Batu Dakon). Terbuat dari Batu andesit, dengan permukaan berlobang – lobang dengan diameter 6 cm dan 3 cm. Meski terletak di tengah persawahan, kondisinya relatif utuh. Ciri-ciri fisik yang ditunjukkan temuan Watu Dakon di perkirakan berasal dari masa megalitikum.
Pada masa megalitikum, masyarakat mulai membuat bangunan – bangunan dan patung – patung yang serba besar, sebagai keperluan upacara keagamaan dan upacara pertanian mereka.
Situs Watu Dakon
Dusun GempolDesa Punten
TABEL TEMUAN SITUS DAN ARTEFAK
TEMUAN ARKEOLOGI DI KECAMATAN BATU
NO | JENIS TEMUAN | LOKASI |
1. | Arca Dewa I, II, dan III | Punden Sinto Mataram Kelurahan Ngaglik. |
2. | Tempayan air | Punden Sinto Mataram Kelurahan Ngaglik. |
3. | Arca Binatang | Punden Sinto Mataram Kelurahan Ngaglik. |
4. | Arca Pancuran Air | Punden Sinto Mataram Kelurahan Ngaglik. |
5. | Fragmen Arca I dan II | Jl Samadi Desa Pesanggrahan |
6. | Candi Songgoriti | Songgoriti Kelurahan Songgokerto |
7 | Arca Nandi | Songgoriti Kelurahan Songgokerto |
8. | Hiasan Candi/ratna | Songgoriti Kelurahan Songgokerto |
9. | Arca Agastya | Songgoriti Kelurahan Songgokerto |
10 | Yoni | Songgoriti Kelurahan Songgokerto |
11. | Yoni | Kelurahan Temas |
TEMUAN ARKEOLOGI DI KECAMATAN BUMIAJI
NO | JENIS TEMUAN | LOKASI |
1. | Reruntuhan dasar candi | Jalan Melati Desa Punten |
2. | 2 bongkah Batu Pipisan | Jalan Melati Desa Punten |
3. | Cungkup Candi | Jalan Melati Desa Punten |
4. | Batu Lingga Patok | Jalan Melati Desa Punten |
5. | Batu Dakon | Dusun Gempol Desa Punten |
6. | Batu Lumpang | Payan Desa Punten |
7 | 2 buah Arca Lingga | Sengonan Sumbergondo |
8. | Arca Durga | Sengonan Sumbergondo |
9. | 2 buah Yoni | Sengonan Sumbergondo |
10 | 3 buah Fragmen Arca | Sengonan Sumbergondo |
11. | 2 buah Arca makara Pancuran Air | Sumbergondo |
12. | | |
TEMUAN ARKEOLOGI DI KECAMATAN JUNREJO
NO | JENIS TEMUAN | LOKASI |
1. | Situs Sumber Air Jeding | Jeding Desa Junrejo |
2. | Situs Sumber Air Beji | Desa Beji Kecamatan Junrejo |
3. | Watu gong Torongrejo | Perbatasan Torong Beji |
4. | Watu kenong | Punden Wukir |
5. | Lingga | Punden Wukir Desa Torongrejo |
6. | Arca Ganesa | Persawahan Desa Torongrejo |
Langganan:
Postingan (Atom)