Raffles “Mencuri” Prasasti SangguranNgandat
Pada 1813, Prasasti Sangguran direngut dari Bhumi Ngandat, kemudian oleh Raffles dihadiahkan kepada Lord Minto di Calcuta. Batu bertuah itu oleh Minto, diletakkan di rumahnya (Minto House), Bukit Minto, Tepi Sungai Teviot, dekat Hawick, Skotlandia.
Prasasti Sangguran atau disebut dengan Prasasti Ngandat, atau juga dikenal sebagai Minto Stone pendiriannya dilakukan dengan upacara sakral. Sejumlah tokoh agama datang memberikan berkah do’a. Tata upacara disebutkan rinci dan runtut.
Adalah dua Samgat (biasa ditulis Pamgat = jabatan keagamaan atau dharma upapatti) , yaitu Samgat Madander Pu Padma dan Samgat Aggehan Pu Kundala, mendapat kehormatan menerima perintah Rakryan Mapatih I hino Pu Sindok, dari Sri Maharaja Rakai Pangkaja Dyah Wawa Sri Wijayalokanamottungga., untuk melakasanakan pungutan di Desa Sangguran. Pungutan tersebut sebagai pemasukan Punta di Mananjung, yang bernama Dyang Acarryya………untuk Bhatara yang bersemayam di bangunan suci di daerah perdikan para pandai logam di Mananjung (letak Mananjung hingga saat ini belum ditemukan. Tapi seharusnya, tidak boleh jauh dari Ngandat). Penggunaannya khusus memenuhi keperluan pemeliharaan dan berbagai keperluan bangunan suci di Mananjung tersebut.
Setelah penganugrahan Desa Swatantra Sangguran oleh Raja Wawa-- Raja ke XII Mataram Kuna—itu, maka Desa Sangguran tidak boleh ada pungutan lagi. Baik dari para patih, wahuta, dan semua abdi dalem raja, atau dari pihak mana pun juga. Demikian pula yang berkenaan dengan denda segala tindak pidana (sukha duhkha) dan denda bagi hukuman yang tidak adil (danda kudanda). Kesemuanya itu adalah hak Bhatara yang bersemayam dibangunan suci peribadatan, atas perbendaharaan raja tersebut. Pungutannya dibagi tiga. Sebagian untuk Bhatara, sebagian lagi untuk penjaga sima, dan sisanya untuk para petugas.
Setelah memberikan sejumlah hadiah kepada Maharaja, mapatih dan semua undangan yang hadir, Sang Makudur (pemimpin upacara sima) mempersembahkan air suci, dan mentahbiskan susuk serta kalumpang. Kemudian dia memberi hormat Sang Hyang Teas ( sebutan tugu batu prasasti, sinonim dengan susuk dan Sang Hyang Watu Sima) yang terletak di bawah witana. Selanjutnya, dengan langkah yang teratur Makudur menuju tugu batu tersebut, dan menutupnya dengan sepasang kain wdihan .
Mulailah Sang Makudur memegang ayam, lalu memotong lehernya berlandaskan kulumpang. Disusul dengan membanting telur ke atas batu sima, sambil mengucapkan sumpah serapah, agar watu sima tetap berdiri kokoh. Demikian ucapan Makudur :
“ Berbahagialah hendaknya Engkau semua hyang Waprakeswara, maharesi Agasti, yang menguasai timur, selatan, barat, utara, tengah, zenith, dan nadir, matahari, bulan, bumi, air, angin, api pemakan korban, angkasa pencipta korban, hukum, siang, malam, senja………………………………… engkau yang berinkarnasi memasuki segala badan. Engkau yang dapat melihat jauh dan dekat pada waktu siang dan malam, dengarkanlah ucapan kutukan dan sumpah serapah kami……………………Jika ada orang jahat yang tidak mematuhi dan tidak menjaga kutukan yang telah diucapkan oleh Sang Wahuta Hyang Kudur. Apakah ia bangsawan atau abdi, tua atau muda, laki-laki atau perempuan, wiku atau rumah tangga, patih, wahuta, rama, siapapun merusak kedudukan Desa sangguran yang telah diberikan sima kepada Punta di Mananjung……………………………..maka ia akan terkena karmanya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar