KOTA BATU
SEJAK AJISAKA HINGGA
TEMPAT PERTEMUAN PARA DEWA
Upaya menggali kesejarahan wilayah Batu dalam lintasan sejarah yang lebih luas, yaitu sejarah Nasional Indonesia, ibarat mencari sebuah jarum di tumpukan jerami . Ruang lingkupnya sangat luas.
Sejak masyarkat nusantara telah mengenal huruf dan tulisan, kesejarahan wilayah yang di kelilingi pegunungan ini sedikit banyak mendapat petunjuk untuk mengungkapkannya. Walaupun bukti tulisan yang menyebut wilayah Batu sangat minim adanya, tapi sangat membantu memberikan informasi penting bagi upaya penelusuran sejarah Kota Batu.
Informasi yang didapat melalui sebaris naskah kuno dalam piagam atau prasasti bisa jadi menyangkut riwayat penguasa dan kekuasaannya, atau menyangkut ideologi, politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanan-keamanan yang dilaksanakan pada masa sejarah masa lalu.
Hingga masa Kerajaan Mataram Kuno ( Abad VII – VIII), tidak cukup bukti yang mengarah pada wilayah lembah ini. Jangankan wilayah sekecil Batu, jejak rekam manusia penghuni Pulau Jawa saja, tersaji dalam bentuk dongengan. Tentu jauh dari nalar. Apalagi memenuhi kreteria keilmiahan. Begitu pula wilayah Batu, tak beda kisahnya dengan gambaran besar Pulau Jawa pada umumnya.
Williem Stamford Raffles (Letnan Gubernur Inggris 1811 - 1816), sempat merekam cerita tutur kuno tentang penghuni awal Pulau Jawa. Dalam History of Java dia nukil kisah perjalanan Prabu Jaya Baya, penguasa Kerajaan Astina (kisah pewayangan).
Keturunan Arjuna kelima itu, mendarat di Nusa Kendang yang banyak tanaman juwa-wut (rerumputan penghasil biji makanan burung). Penemuan itu mengubah nama Nusa Kendang sebagai Nusa Juwa – wut atau lebih simpel diucapkan dengan Jawa.
Saat itu diceritakan bahwa daratan Pulau Jawa kondisinya masih labil, dihuni oleh koloni raksasa, dengan rajanya bernama Dewata Cengkar. Prabu Jaya Baya atau lazim disebut dengan Aji Saka sangat tertarik pada pulau yang penuh misteri tersebut. Meski daratannya seperti adonan lumpur yang lumer, dia merasa cocok untuk bermukim. Kemudian Aji Saka berupaya mengeraskannya dengan memindah matrial lumpur ke berbagai tempat. Sebagian tercecer menjadi gundukan pegunungan yang berjajar memenuhi Pulau Jawa.
Di antara ceceran tersebut membentuk Pegunungan Meru (Gunung Semeru) disebelah timur Kota Batu, Gunung Arjuno (Gunung Pringgitan) di sebelah Utara Kota Batu, Gunung Kawi (Gunung Pujangga. Rakawi = Pujangga), dan Gunung Wukir tepat di tengah Wilayah Kota Batu (Nama Gunung Wukir juga menjadi salah satu gunung di Jawa Tengah.
Selanjutnya peristiwa ini di anggap sebagai awal penanggalan Jawa yang dikenal sebagai tahun Saka. Raffles menyatakan peristiwa ini di tandai dengan candra sengkala nir abu tanpa jalan, yang berarti hampa debu tidak ada lain kecuali laki-laki, dan secara metaphoris menunjukkan angka 0001. Tanda dimulainya tahun Jawa, tujuh puluh delapan tahun setelah Isa Alaihissalam lahir (Tahun 1 Masehi).
Cerita tentang kejadian pulau yang demikian tersebut diyakini sampai ratusan tahun. Bahkan, dari zaman kerajaan Hindu di Jawa hingga sekarang, keberadaan gunung - gunung tersebut di puja sebagai persemayaman dewa-dewa tertentu.
Keyakinan itu diperkuat dengan sejumlah peninggalan masa lalu yang ditemukan di area pegunungan. Seperti di Pura Agung Giri Laya Lereng Semeru dan Candi Songgoriti yang tepat di pertemuan Kaki Gunung Kawi dan Gunung Arjuno.
Wilayah Batu, ternyata tepat di kelilingi Pegunungan Pringgitan, Rakawi, dan Meru. Atau boleh dikata tepat ditengah persemayaman dewa-dewa. Tentu sebuah daerah yang sangat istimewa. TEMPAT PERTEMUAN PARA DEWA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar